Tawakal kepada Allah

Tawakal secara bahasa berarti memasrahkan atau mewakilkan. Secara istilah, tawakal itu sendiri bisa dikatakan sebagai berserah diri, memasrahkan segala apa yang diinginkan berupa hasil dari sebuah usaha/tindakan. Kepada siapa sesuatu itu dipasrahkan? Kepada siapa lagi jika bukan kepada Allah. Namun pasrah yang dimaksud dalam makna tawakal ini bukanlah pasrah dalam artian berdiam diri dan menyerah. Ada komponen lain yang harus dilewati sebelum bertawakal, yaitu usaha dan doa.

Usaha memang sangat diperlukan untuk mencapai sesuatu. Hal ini sebetulnya sudah terlatih sejak kita kecil bahkan sejak kita masih di dalam ayunan. Dulu kita tidak sadar, tapi kita bisa memperhatikan bayi di sekitar kita. Saat seorang bayi itu lapar, maka bayi akan berteriak menangis, lalu seorang ibu dengan instingnya memberikan asupan kepada bayi dan seketika tangisan itu berhenti. Asupan adalah satu hal yang diinginkan oleh bayi untuk mencapainya. Usaha seorang bayi untuk mendapatkan asupan adalah dengan menangis. 

Dulu, kita bayi, lalu beranjak dewasa. Dalam penganjakan usia, tentu kita sadari bahwa keinginan juga turut mengikuti. Jika saat bayi kita hanya menginginkan asupan untuk memenuhi rasa lapar, maka saat ini kalian sendiri sedang menginginkan capaian yang lebih besar, salah satunya lolos di perguruan tinggi yang diimpikan. Lantas, bagaimana usahanya? Usahanya macam-macam, beberapa diantaranya adalah mencari informasi, mempelajari persyaratan, melengkapi berkas yang diperlukan, sampai kepada submit. Semua ini perlu diusahakan dengan betul dan sungguh-sungguh, karena keinginan tanpa usaha hanyalah angan.

Namun satu hal lain yang tidak kalah penting selain usaha, yaitu doa. Jika keinginan tanpa usaha adalah angan, maka usaha tanpa doa adalah jebakan. Mengapa dikatakan jebakan? Karena kita hanya berjibaku untuk suatu hal yang fana tanpa melibatkan Yang Maha Kekal. Segala urusan duniawi itu fana, Yang Kekal hanyalah Pemilik seluruh urusan duniawi itu sendiri.

Lantas bagaimana jika hanya doa saja yang diperkuat? Tidak cukup, karena doa tanpa usaha adalah khayalan. Itulah dua hal yang patut kita lewati sebelum kita memutuskan untuk bertawakal kepada Allah SWT. Apakah Allah memerintahkan kita untuk tawakal? Jelas, buka saja Al Qur'an. Sangat banyak ayat Allah yang berbunyi tentang tawakal, salah satunya adalah:

فَبِمَا رَحۡمَةٖ مِّنَ ٱللَّهِ لِنتَ لَهُمۡۖ وَلَوۡ كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ ٱلۡقَلۡبِ لَٱنفَضُّواْ مِنۡ حَوۡلِكَۖ فَٱعۡفُ عَنۡهُمۡ وَٱسۡتَغۡفِرۡ لَهُمۡ وَشَاوِرۡهُمۡ فِي ٱلۡأَمۡرِۖ فَإِذَا عَزَمۡتَ فَتَوَكَّلۡ عَلَى ٱللَّهِۚ إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلۡمُتَوَكِّلِينَ

Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal. (Surat Ali 'Imran, Ayat 159)

Dan di ayat lain disebutkan bunyi yang hampir sama, yaitu kata 'tawakal' disandingkan dengan kata 'mukmin'. Seolah tawakal ini adalah salah satu tanda bagi seorang mukmin. Secara tidak langsung, bisa dikatakan bahwa seseorang tidaklah dikatakan beriman/bukan mukmin jika dia tidak bertawakal. Berikut adalah bunyi dari firman-Nya yang dimaksud

قَالَ رَجُلَانِ مِنَ ٱلَّذِينَ يَخَافُونَ أَنۡعَمَ ٱللَّهُ عَلَيۡهِمَا ٱدۡخُلُواْ عَلَيۡهِمُ ٱلۡبَابَ فَإِذَا دَخَلۡتُمُوهُ فَإِنَّكُمۡ غَٰلِبُونَۚ وَعَلَى ٱللَّهِ فَتَوَكَّلُوٓاْ إِن كُنتُم مُّؤۡمِنِينَ

Berkatalah dua orang laki-laki di antara mereka yang bertakwa, yang telah diberi nikmat oleh Allah, “Serbulah mereka melalui pintu gerbang (negeri) itu. Jika kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan bertawakallah kamu hanya kepada Allah, jika kamu orang-orang beriman.” (Surat Al-Ma'idah, Ayat 23)

Lantas, bagaimana cara kita bertawakal? Pertama, yakinkan bahwa Allah adalah satu-satunya Dzat Yang Maha Mengetahui masa yang akan datang, Dia pasti menentukan yang terbaik untuk setiap hamba-Nya, sekalipun menurut hamba-Nya itu adalah sebaliknya. Hal ini termaktub dalam ayat-Nya

كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلۡقِتَالُ وَهُوَ كُرۡهٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تَكۡرَهُواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ خَيۡرٞ لَّكُمۡۖ وَعَسَىٰٓ أَن تُحِبُّواْ شَيۡـٔٗا وَهُوَ شَرّٞ لَّكُمۡۚ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ وَأَنتُمۡ لَا تَعۡلَمُونَ

Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal itu tidak baik bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (Surat Al-Baqarah, Ayat 216)

Berikutnya, sabar. Lapangkan hati, jangan memaksakan yang bukan kehendak kita. Ikuti mau-Nya. 

وَلَنَبۡلُوَنَّكُم بِشَيۡءٖ مِّنَ ٱلۡخَوۡفِ وَٱلۡجُوعِ وَنَقۡصٖ مِّنَ ٱلۡأَمۡوَٰلِ وَٱلۡأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّٰبِرِينَ 
ٱلَّذِينَ إِذَآ أَصَٰبَتۡهُم مُّصِيبَةٞ قَالُوٓاْ إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّآ إِلَيۡهِ رَٰجِعُونَ

Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji‘un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali). (Surat Al-Baqarah, Ayat 155 - 156).

Sehingga apapun hasil dari yang diusahakan, posisi hati kita sudah siap. Jika hati sudah siap, maka untuk ikhlas pun mudah. Percayalah, hadiah bagi orang yang ikhlas adalah sesuatu yang lebih besar, lebih istimewa, lebih membawa banyak manfaat dan kemudahan, dari yang tidak didapatkan.

Libatkan Allah dalam setiap urusan kita, maksimalkan usaha, kuatkan doa, bertawakal dengan sabar dan ikhlas. In sya Allah, kita akan mendapatkan hasil yang terbaik menurut versi Allah SWT.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ziaroh ke Makam Raden Ayu Siti Khadijah di Bali

Bagaimana Penulisan Minal 'Aidin yang Benar?

Manuskrip "Bahjatul 'Ulum" Warisan Budaya Bangsa