Ada Rindu di Baka-Baka
Baka-Baka adalah salah satu dari rentetan pantai yang terletak di Carita,
Banten. Pantai ini bisa aku sebut sebagai pantai idaman bagi kami keluarga
besar sebuah Pontren. Meski aku dan sahabatku (namanya Faisal) hanya tergabung
di dalamnya dalam beberapa waktu dan hanya mengunjungi pantai Baka-Baka sekali
dalam masa pengabdian kami. Namun, bagi kami itu sangat berkesan. Ada tawa,
canda, bahagia, bahkan kecewa dan miris. Menikmati guyuran ombak, bermain pasir
di pesisir, nyobain berbagai tempat sekitar untuk selfie, shopping,
naik banana boot, nungguin sunset, bermalam di villa, bakar ikan,
makan malam bersama, kuis berhadiah menarik dengan pertanyaan-pertanyaan
ringan, paginya lanjut nyebur, bahkan sebelum matahari terbit ada yang sudah
duduk di pinggir pantai gelap-gelapan (cewe dan cewe yah...), sarapan bareng,
foto-foto lagi, pokoknya kalau lagi begitu gak ada bedanya deh antara tua dan
muda, semua bahagia bersama. Tapi, ada sepotong kisah yang paling aku inget
tentang aku dan kamu disana.
Sore
itu, ketika kami sudah puas menyelami lautan yang jernih tak berkarang, kami
berfose selfie sambil menanti
sunset. Ceritanya mau foto bareng, tapi yang minta foto maunya angkatan dia
(sebut saja A) dulu yang difoto, yang lain mundur dulu. Nah, ketika itu kebetulan
kamu berada di dekat mereka dan refleks
beranjak mendekati mereka, dengan refleks
pula si A langsung menolak kamu bergabung dengannya. Walhasil, kamu pun kecewa
dan menjauh. Bahkan, ketika semua tergabung dalam foto bersama, kamu lebih
memilih untuk tetap berada dalam pengasinganmu karena belum bisa meredam rasa
kecewa terhadap si A. Aku sempat memanggilmu, mengajak untuk bergabung. Tapi
hanya sekedar ajakan, bukan dengan memaksa. Karena aku tahu, kalau kamu udah
kecewa, kamu butuh waktu untuk sekedar terdiam dan menenangkan diri sambil
meredam emosi agar terkendali (haha, sok tau yah?). Sampai sunset tiba pun kamu
masih enggan untuk mendekati apalagi menyapanya. Kamu tahu gak, setelah itu dia
gelagapan minta solusi biar kamu mau maafin dia. Karena dia mengaku bersalah.
Dan kamu tahu solusi apa yang aku tawarkan ketika kami sedang menyantap makan
malam di depan villa?
Ya, aku cukup bilang;
"Tenangg,
itu sudah biasa kok, nanti juga baik lagi. Yang harus kamu lakukan saat ini
adalah kamu meminta maaf dengan tulus". Akhirnya dia pun mengerti.
Nah,
setelah makan malam ada hal memilukan yang tidak bisa aku lupakan. Ceritanya
ada kuis, semua nama disatukan dalam satu wadah kemudian diaduk, bagi yang
namanya disebutkan harus menjawab pertanyaan yang diajukan. Pertanyaannya
sederhana, kurang lebih seperti ini;
"Milad
pondok yang ke berapakah yang dilaksanakan di tahun 2012?"
Aku
menjawab; "yang ke-3".
Tapi
ternyata jawaban yang diinginkan bukan itu, melainkan; yang ke-15 (usia pondok
di tahun 2012). Aku menjawab "yang ke-3" karena aku menghitung bahwa
milad tidak dilaksanakan setiap tahun, berarti hitungannya pelaksaan acara
milad setiap 5 tahun sekali, jadi tidak dihitung per tahun, tapi ternyata amsyong deh hadiahnya karena pertanyaan
tidak berhasil dijawab dengan benar dan dilempar ke nama yang muncul
selanjutnya. Setelah itu bobo syantik
ditemani desiran ombak yang menderu syahdu.
Dan
kini, kami hanya bisa mengenangnya, merindukan setiap detik yang telah kami
lewati bersama mereka, kebanggaan kami. Karena kami tak lagi bersamanya.
Komentar
Posting Komentar